Singaraja (Bali Post) -Warga Desa Pucaksari Kecamatan Busungbiu resah. Mereka mempertanyakan pengelolaan tanah negara di desa itu. Sebab, permohonan warga untuk menjadikan tanah negara itu sebagai fasilitas umum seperti lapangan olahraga belum bisa diwujudkan, namun tanah itu malah diberikan dan dikuasai warga luar Buleleng untuk dijadikan kebun kopi.
Sejumlah warga Pucaksari, Minggu (2/10) kemarin, mengatakan tanah negara seluas 1,2 hektar di desa itu dikuasai oleh warga dari luar Kabupaten Buleleng. Tanah itu ditanami kopi. Namun tidak diketahui, apakah hasil kebun itu disetor ke pemerintah pusat, ke pemerintah daerah atau dikuasai penuh oleh penggarapnya. ''Kami tidak tahu, tiba-tiba saja tanah itu ditanami kopi dan bukan warga lokal yang memeliharanya. Mungkin karena ada permainan sehingga tanah itu diberikan pengelolaannya kepada warga luar Buleleng. Padahal, warga di sini banyak yang berinat untuk memelihara tanah itu,'' kata sejumlah warga.
Perbekel Desa Pucaksari I Nyoman Dharma ketika diminta konfirmasinya mengatakan, awalnya tanah itu dijadikan pusat pembibitan kopi oleh Kementerian Pertanian (Kementan). Kebun bibit kopi itu digunakan melayani kebutuhan bibit kopi petani di Desa Pucaksari dan sekitarnya. Setelah berjalan sekitar tiga tahun, kebun bibit itu ditutup karena petani sudah banyak yang bisa memproduksi bibit sendiri. Sejak itulah kebun bibit itu beralih fungsi menjadi kebun kopi. Namun, aparat di Pucaksari awalnya tidak tahu siapa warga yang menggarap tanah itu. Setelah ditelusuri, warga yang mengolah tanah itu berasal dari Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan. ''Harusnya warga kami di sini yang mengolah tanah itu, tetapi malah orang luar yang diberikan mengolah tanah itu,'' jelasnya.
Belakangan, warga memohon tanah itu untuk dijadikan lapangan umum untuk menunjang kegiatan para siswa di Desa Pucaksari dan sekitarnya. Apalagi, sejak bertahun-tahun siswa mulai dari SD, SMPN 5 dan dan SMAN 2 Busungbiu di Pucaksari terpaksa berolahraga di pinggir jalan jurusan Pupuan-Negara. ''Kami sangat memerlukan lapangan untuk menunjang kegiatan siswa. Daripada tanah itu dikuasai seorang warga dan hasilnya tak jelas, lebih baik tanah itu diserahkan kepada kami dan bisa membantu kegiatan siswa tak hanya di Pucaksari, tetapi desa lain seperti Bongan Cina, Tista, Sepang, dan Sepang Kelod,'' katanya.
Menurutnya, tahun 2010 pihaknya telah mengajukan proposal permohonan tanah itu kepada pemerintah pusat. Dari informasi awal, proposal itu disetujui dan pemerintah pusat akan melepaskan tanah itu dan Pemerintah Provinsi Bali juga merekomendasikan permohonan itu. ''Kalau ke kabupaten, kami belum bersurat dan kami mintakan bantuan agar anggota DPRD asal Kecamatan Busungbiu memperjuangkan permohonan kami,'' imbuhnya.